ICN News – Perhelatan Asia Disaster Management and Civil Protection Expo & Conference (ADEXCO) 2024 yang diadakan sebagai bagian dari Indonesia Energy & Engineering (IEE) Series memasuki hari ketiga dengan dimulainya workshop bertema “Diversifikasi dan Penghijauan Rantai Pasokan Kemanusiaan (Diversifying and Greening of Humanitarian Supply Chain)” di Hall D Jakarta International Expo. Diselenggarakan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, peserta yang akan hadir meliputi dari BNPB, Kementerian Sosial, NGO lokal dan internasional, akademisi, serta industri terkait plastik dan daur ulang.
Pada sambutan pembukanya, Dr. Raditya Jati selaku Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB menyampaikan bahwa pelaksanaan workshop ini berfokus pada kerjasama terkait diversifikasi dan pengembangan rantai pasok (supply chain) kemanusiaan yang lebih ramah lingkungan. “Pekerjaan yang kita lakukan di sini, lebih besar daripada kita semua. Ini tentang menciptakan masa depan yang lebih aman, lebih terjamin, dan lebih adil. Masa depan di mana kita bekerja bersama, tidak hanya di waktu-waktu krisis, tetapi juga dalam upaya sehari-hari untuk membangun dunia yang lebih baik.”
Lokakarya ini sejalan dengan misi ADEXCO untuk mempromosikan solusi inovatif dan mendorong kolaborasi lintas sektor untuk meningkatkan resiliensi terhadap bencana.
Topik yang dibahas para narasumber dari berbagai lembaga ini, di antaranya rantai pasok kemanusiaan, marketplace sebagai ekosistem, pemanfaatan material plastik daur ulang dan kemajuan rantai pasok kemanusiaan yang hijau.
Isu ini hangat dikembangkan untuk membangun rantai pasok bantuan kemanusiaan yang lebih ramah lingkungan ataupun pasca penggunaanya yang tidak berdampak pada lingkungan. BNPB menyampaikan terima kasih kepada USAID yang menyelenggarakan lokakarya dengan topik ini.
Sementara itu, Erin Nicholson selaku Deputy Mission Director USAID Erin Nicholson, Deputi Direktur Misi USAID, mengungkapkan bahwa selama 75 tahun bekerjasama, kemitraan yang dilakukan berfokus pada keberlanjutan lingkungan, ketahanan iklim, dan praktik ramah lingkungan. Dengan mengutamakan solusi lokal dan memanfaatkan teknologi dari sektor swasta, diharapkan kita mampu meningkatkan efisiensi manajemen bencana, mengurangi biaya, serta mengoptimalkan efektivitas secara keseluruhan.
Workshop dilaksanakan dengan tujuan untuk menyebarluaskan upaya dan temuan penelitian terkait manfaat serta peluang penggunaan material ramah lingkungan dalam bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana, serta mendukung diversifikasi pemasok yang mempromosikan produksi dan pengadaan lokal. Pelaksanaan workshop ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, mendorong kolaborasi di antara para pemangku kepentingan utama, serta mempromosikan praktik berkelanjutan guna mengurangi limbah plastik dan mendiversifikasi pemasok bantuan kemanusiaan di Indonesia dan dunia.
Sesi pertama workshop menghadirkan Pablo Torres, Supply Chain Advisor USAID, yang membahas upaya dan kemajuan global dalam menjadikan pasokan kemanusiaan lebih ramah lingkungan. Pada paparannya, Pablo menyampaikan, “rantai pasokan bantuan kemanusiaan menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) yang cukup besar. Hal ini dapat berkontribusi pada apa yang dikenal sebagai “bencana kedua”. Istilah yang merujuk pada dampak negatif yang tidak diinginkan dari upaya bantuan bencana, seperti kerusakan lingkungan atau peningkatan emisi karbon, yang dapat memperburuk krisis awal. Oleh karenanya, penting untuk menangani dampak lingkungan ini dengan melakukan pemetaan fasilitas pengelolaan dan daur ulang sampah secara global.” Selain itu, Torres juga menggarisbawahi pentingnya untuk pemerintah, penggiat lingkungan, ilmuwan dan sektor privat untuk terus berkomunikasi sehingga rantai suplai ramah lingkungan bisa terwujud.
Acara dilanjutkan dengan paparan oleh Ikbal Alexander dari USAID Economic Growth Support Activity yang menceritakan bagaimana The Bureau for Humanitarian Assistance/Shelter and Settlements Team bekerjasama dengan USAID di Jakarta untuk merancang proyek penelitian yang mengkaji kemampuan produsen lokal dalam memproduksi terpal plastik, menggunakan materi daur ulang, yang sesuai dengan spesifikasi USAID BHA. Studi ini mengidentifikasi 13 produsen terpal plastik yang memiliki kapasitas untuk memproduksi terpal plastik dengan bahan daur ulang, di mana salah satunya berlokasi di Mojokerto. Prototipe yang kemudian dibuat memiliki kualitas yang setara dengan terpal plastik dari USAID BHA. Namun, dalam produksinya terdapat tantangan karena sebagian besar produsen menolak melanjutkan produksi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya permintaan di pasar domestik, dan produk tersebut juga harus bersaing dengan produk impor, yang lebih murah, serta rantai pasokan yang kompleks, terutama karena sulitnya mendapatkan bahan baku yang dapat didaur ulang.
Wahyu Widayanto dari Shelter Cluster, International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC), menyebutkan, “Kementerian Sosial Indonesia, bekerja sama dengan Palang Merah, meluncurkan pedoman tempat tinggal kemanusiaan nasional pada 2019 yang lalu. Panduan ini ditujukkan untuk memastikan keluarga terdampak bencana memiliki opsi yang mengutamakan keselamatan, martabat, dan kenyamanan selama masa pemulihan dari bencana. Terpal plastik adalah salah satu material penting dalam pembangunan tempat tinggal, yang memerlukan pedoman jelas mengenai spesifikasi, transportasi, penyimpanan, dan penggunaannya. Ini mencakup standar internasional, pertimbangan iklim, keselamatan, dan dampak lingkungan.”
Pada sesi yang sama, Richard Wrecker dari USAID Resonance, membagikan beberapa temuan dan rekomendasi dari evaluasi lanskap rantai pasokan aktivitas kemanusiaan di sektor privat. “Organisasi kemanusiaan masih sangat bergantung pada rantai pasokan global, terutama untuk barang seperti terpal, di mana produksi lokal seringkali tidak memenuhi standar internasional. Tantangan yang dihadapi termasuk kurangnya pengumpulan limbah plastik, standar produk yang tidak konsisten, serta rendahnya prioritas terhadap standar lingkungan dan sosial. Keberlanjutan lingkungan dalam rantai pasokan masih kurang ditekankan, dengan upaya yang minim untuk mengurangi limbah dan jejak karbon. Kepatuhan terhadap standar lingkungan seringkali hanya dipandang sebagai formalitas,” ucapnya. Untuk mengatasi hal ini, organisasi harus fokus pada diversifikasi pemasok, pengadaan lokal, dan praktik berkelanjutan. Kolaborasi dengan mitra sektor swasta dapat memperkuat manajemen rantai pasokan dan meningkatkan kesiapan untuk tanggapan kemanusiaan di masa depan.
Iklan dan berlangganan bisa hubungi: WA atau Email
Butuh Buku Riset? Silahkan kunjugi CDMI Consulting